Selasa, 15 November 2016

Air permukaan & air bawah permukaan, Statistika dalam Hidrologi

BAB VIII
AIR PERMUKAAN DAN AIR BAWAH PERMUKAAN
Air permukaan ( surface Water)
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheads atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off) dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run off). Sekitar 60 % air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju (terutama untuk wilayah ugahari), dan sisanya berasal dari air tanah.Wilayah di sekitar daerah aliran sungai yang menjadi tangkapan air disebut catchment basin.
Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan memiliki kadar bahan-bahan terlarut atau unsur hara yang sangat sedikit. Air hujan biasanya bersifat asam, dengan nilai pH sekitar 4,2. Hal ini disebabkan air hujan melarutkan gas-gas yang terdapat di atmosfer, misalnya gas karbondioksida (CO2), sulfur (S), dan nitrogen oksida (NO2) yang dapat membentuk asam lemah. Setelah jatuh ke permukaan bumi, air hujan mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan bahan-bahan yang terkandung di dalam tanah.
Perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air tergenang (standing waters atau lentik) dan badan air mengalir (flowing waters atau lotik). Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk, rawa dan sebagainya. Perairan tergenang (lentik), khususnya danau. Biasanya mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolam air yang terjadi secara vertikal. Sedangkan perairan mengalir (lotik) contohnya adalah sungai. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 – 1,0 m/detik serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan sungai, biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.
Klasifikasi perairan lentik sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan suhu air, sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi, dan sedimentasi.(Hefni. E 2003)
 Air Tanah (Groundwater)
Air tanah (groundwater) merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada aliran air di bawah permukaan tanah. Pergerakan air tanah sangat lambat, kecepatan arus berkisar antara 10-10-10-3 m/det dan dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengisian kembali air. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu yang tinggal lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran.
Daerah di bawah tanah yang terisi air disebut daerah saturasi. Pada daerah saturasi, setiap pori tanah dan batuan berisi oleh air, yang merupakan air tanah (groundwater). Batas atas daerah saturasi yang banyak mengandung air dan daerah belum saturasi/jenuh yang masih mampu menyerap air. Jadi, daerah saturasi berada di bawah daerah unsaturated.
Pada dasarnya air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses infiltrasi secara langsung ataupun secara tidak langsung dari air sungai, danau, rawa, dan genangan air lainnya.Air yang terdapat di rawa-rawa sering kali dikategorikan sebagai peralihan antara air permukaan dan air tanah. Pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri atas pergerakan horizontal air tanah, infiltrasi air hujan, sungai, danau dan rawa ke lapisan akifer, dan menghilangnya atau keluarnya air tanah melalui spring (sumur), pancaran air tanah, serta aliran air tanah memasuki sungai dan tempat-tempat lain yang merupakan tempat keluarnya air tanah. Daerah yang merupakan tempat masuknya air tanah disebut recharge area, sedangkan daerah tempat keluarnya air tanah atau tempat penyadapan/pengambilan air tanah disebut discharge area. Sungai, danau, rawa, waduk, dan genangan air lainya dapat berperan sebagai recharge maupun discharge area.
Air tanah yang berasal dari lapisan deposit pasir memiliki kandungan karbondioksida tinggi dengan kandungan bahan terlarut (total dissolved solid/TDS) rendah. Air tanah yang berasal dari lapisan deposit kapur juga memiliki kadar karbondioksida yang rendah(karena karbondioksida bereaksi dengan kapur), namun memiliki nilai TDS yang tinggi.
Air tanah biasanya memiliki kandungan besi relatif tinggi. Jika air tanah mengalami kontak dengan udara dan mengalami oksigenasi, ion ferri pada ferri hidroksida yang banyak terdapat dalam air tanah akan teroksidasi menjadi ion ferro, dan segera mengalami pengendapan serta membentuk warna kemerahan pada air. (Hefni E,2003)
Polusi Air
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air permukaan dan air sumur biasanya mengandung bahan-bahan terlarut seperti Na, Mg, Ca, dan Fe. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadah. Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum yang terpolusi mungkin rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin sukar dideteksi.
Persyaratan fisis untuk air ditentukan oleh faktor-faktor kekeruhan (turbidity), warna, bau maupun rasa. Dari keempat indikator tersebut, hanya bau saja penilaiannya ditentukan secara subyektif, dengan jalan air diencerkan secara berturut-turut sampai pengenceran berapakah ia masih tetap ber bau pada larutan yang paling encer. Jumlah pengenceran itu akan merupakan angka bau (odor number) dari air yang diperiksa. Umumnya penilaian bau maupun rasa sering dilakukan bersamaan sebagai suatu indikator, di mana antara keduanya sulit dipisahkan secara kualitatif.
Sedangkan persyaratan kimia untuk air dilihat dari bahan-bahan kimia yang terlarut khususnya timbal balik perlu dinilai kadarnya untuk mengetahui sejauh mana bahan-bahan terlarut itu mulai dapat dikatakan membahayakan eksistensi organisme maupun mengganggu bila digunakan untuk suatu keperluan. ( Slamet R, 1984)
Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air.
Sifat-Sifat Air
Sifat-sifat air yang umum diuji yaitu :
-                 Nilai Ph
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen.
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion hidrogen H+. Ion hidrogen merupakan faktor utama untuk mengerti reaksi kimiawi dalam ilmu teknik penyehatan karena :
2.1.H+ selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air/H2O, yang membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
2.2.H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O saja tetapi juga merupakan unsur banyak senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dapat dikatakan hanya sedikit saja. (G.Alaerts, 1984)
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH yang terpolusi berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali maupun ke arah asam, akan sangat mengganggu kehidupan. (Srikandi F,1992)
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik.
Dalam penentuan pH larutan secara potensiometri menggunakan emf sel galvani yang cenderung mengukur keaktifan ion hidrogen, kesetimbangan konsentrasi ion hidrogen. Maka pengertian penetapan pH diambil sebagai : pH = - log H+. Akan tetapi penggunaan pengertian pH akan mendapatkan kesulitan secara eksperimental, karena tak mungkin untuk mengukur keaktifan spesies ion hidrogen tanpa arti ganda.(Mulja, 1995.
Kekeruhan dan Warna
Prinsip kerja turbidimeter pada pengukuran tingkat kekeruhan dimana alat akan memancarkan cahaya pada media atau sample, dan cahaya tersebut akan diserap dan ada yang diteruskan, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya yang menembus/diserap media akan diukur dan ditransfer kedalam bentuk angka yang merupakan tingkat kekeruhan, semakin banyak cahaya yang diserap maka semakin keruh.
Kekeruhan merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabakan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut(misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.
Ada tiga metode pengukuran kekeruhan yaitu:
  1. Metode Nefelometrik ( unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU)
  1. Metode Hellige Turbidimetri (Unit kekeruhan Silika)
  1. Metode Visual ( Unit kekeruhan Jackson)
Prinsip metoda nefelometrik adalah perbandingan antara intensiti cahaya yang dihamburkan dari suatu sampel air dengan intensiti cahaya yang dihamburkan oleh suatu larutan keruh standard pada kondisi yang sama. Makin tinggi intensiti cahaya yang dihamburkan, maka makin tinggi pula kekeruhannya. Sebagai standar kekeruhan dipergunakan suspensi polimer formazin.
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO2. Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silika. Kemudian Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran kekeruhan. Satu unit turbidtas Jackson Candler turbimeter. (Hefni E, 2003)
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa-rawa berwarna kuning,  coklat  atau  kehijauan,  air  sungai  biasanya  berwarna  kuning  kecoklatan  karena mengandung lumpur, dan air buangan yang mengandung besi dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air  yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan atas dua macam yaitu warna sesungguhnya yang di sebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, dan warna tampak yang selain disebabkan oleh adanya bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk yang bersifat koloid.
Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam, serta bahan-bahan lain. Warna dapat diamati secara langsung ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt, dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar. Perairan alami tidak berwarna, air dengan nilai warna lebih kecil dari 10 PtCo biasanya tidak memperlihatkan warna yang jelas. Air yang berasal dari rawa-rawa yang biasanya berwarna kuning kecokelatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200-300 PtCo karena adanya asam humus. (Srikandi F,1992)

Besi
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron.
Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan FeSO4. Pada perairan domestik pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH. Air tanah biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif.
banyak, ini dicirikan dengan rendahnya pH dan disertai dengan kadar oksigen terlarut yang rendah.
Pada umumnya, besi yang dalam air dapat bersifat ;
-          Terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri)
-          Tersuspensi sebagai butir koloidal ( diameter < 1 µm atau lebih besar seperti Fe2O3, FeO, FeOOH, Fe(OH)3
-          Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang anorganis seperti tanah liat.
Prinsip analisa Fe adalah dimana didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1,10 fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Besi (II) bereaksi dengan 1,10 fenantrolina membentuk kompleks merah jingg [Fe(C12H8N2)3]2+. Intensitas warnanya tidak bergantung pada keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil untuk waktu yang lama. Besi (III) dapat direduksi dengan hidroksilamonium klorida. (Vogel 1994)
Zat Padat dalam Air
Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami pengeringan pada suhu tertentu. Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Padatan tersuspensi total ( Total Suspended Solid atau TSS) atau bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Prinsip analisanya bila zat padat dalam sampel dipisahkan dengan menggunakan filter kertas atau fiber glass dan kemudian zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan pada suhu ± 1050C maka berat residu sesudah pengeringan adalah zat padat tersuspensi. (G.Alaerts 1984).
Settleable solid adalah jumlah padatan tersuspensi yang dapat diendapkan selama periode waktu tertentu. Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring. (Hefni E, 2003)
Prinsip analisa Zat padat terlarut yaitu zat padat yang lolos filter pada analisa zat tersuspensi kemudian diuapkan dan dikeringkan pada suhu 1050C. Residu yang tertinggal adalah zat padat terlarut.
Dalam metode analisa zat padat pengertian zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang bersifat organis dan inorganis.
Zat Padat Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan inorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Dimensi dari zat-zat padat di atas adalah dalam mg/L atau g/L, namun sering pula ditemui % berat yaitu kg zat padat / kg larutan atau % volume yaitu dm3 zat padat / liter larutan. (G. Alaerts, 1984)
Arang
Arang adalah padatan berpori yang terdiri dari karbon yang berbentuk amorf. Arang juga merupakan suatu jaringan atom dengan komponen utama karbon, berwarna hitam dan dapat dihasilkan dalam bentuk serbuk, butiran, maupun bongkahan. Bahan yang mengandung hidrokarbon dapat digunakan sebagai sumber atau bahan baku pembuatan arang antara lain : batubara, residu petrokimia, kayu, cangkang kelapa, tongkol jagung, tulang dan lain sebagainya. Dalam pembutan arang yang memegang peranan penting adalah fixed karbon yang terdapat dalam komponen-kkomponen bahan baku seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Proses pengarangan (pirolisis) merupakan suatu “ evolusi “ pembentukan dari bahan  baku menjadi arang melalui beberapa tahapan. Proses pembuatan arang dibagi atas 4 tahapan sebagai berikut :
  1. Pada permulaan pemanasan, air menguap, kemudian selulosa terurai pada suhu antara 200-2600C
  1. Pada suhu 260-310oC selulosa terurai secara intensif, pada tingkatan ini banyak dihasilkan cairan piroligneous, gas, dan ter
  1. Pada suhu 310-500oC lignin terurai dan ter yang dibentuk lebih banyak, sedangkan cairan piroligneous dan gas menurun
  1. Pada suhu lebih besar dari 500oC, diperoleh gas hidrogen yang sukar dikondensasikan dan tahapan ini merupakan proses pemurnian arang.
Arang dapat dibedakan menurut penggunaannya dan jenisnya, sebagai berikut :
  1. Arang keras ( hard charcoal), banyak digunakan sebagai reduktan pengolahan biji logam, metalurgi, arang aktif, serbuk hitam dan karbon disulfida.
  1. Arang sedang ( moderate charcoal) digunakan sebagai bahan bakar dan untuk obat-obatan kimia seperti karbon disulfida, natrium sianida dan lain sebagainya.
  1. Arang lunak (soft charcoal), merupakan bahan baku untuk pembuatan arang aktif dan briket arang.
Arang selain digunakan sebagai bahan bakar juga dapat digunakan sebagai adsorben bahan penyeerap. Daya serap ditentukan luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia, arang yang demikian disebut arang aktif. (Ita KS, 1996)
Pembuatan Arang
Ada bermacam-macam metode pembuatan arang, baik metode tradisional maupun metode yang lebih diperbaharui. Perbedaan metode-metode ini dapat berupa alat atau teknik yang dipakai dalam pembuatannya, yang mana setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Metode Tradisional
Metode tradisional yang dikenal serta umum digunakan oleh masyarakat di dalam pembuatan arang, yaitu berupa metode lubang tanah. Selain itu dikenal juga metode lain yang sudah berkembang dengan pengaturan ventilasi udara yang lebih terkontrol serta penggunaan bahan lain sebagai media tungku. Beberapa metode tersebut antara lain adalah metode tungku drum serta tungku batu bata.( H. Iskandar, 2005)

Metode Diperbaharui
Pembuatan karbon dengan metode yang diperbaharui dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi). Dalam metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini berupa karbon yang memberikan keaktifan dan rendemen yang cukup besar terhadap karbon aktif cara di atas.
Menurut Cheremisinoff dan A.C Morresi, dikemukakan bahwa proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu :
1.      Dehidrasi : proses penghilangan air
Bahan baku dipanaskan sampai suhu 270o C
2.      Karbonisasi : Pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Temperatur diatas 170oC akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada temperatur 275oC, dekomposisi menghasilkan tar, metanol, dan hasil sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 oC.
3.      Aktivasi : Dekomposisi tar dan perluasan pori-pori
Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktivator. (Dhanny H, 2001)
Adsorpsi
Bila dua fasa bertemu (terjadi kontak antar fasa), maka diantara kedua fasa terjadi daerah antar muka yang sifatnya berbeda dengan fasa ruah kedua fasa tersebut. Pada kondisi dan tekanan tertentu, molekul-molekul dalam daerah ini dapat mengalami ketidakseimbangan gaya tersebut tercapai. Melekatnya atom atau molekul suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorpsi. Zat yang teradsorpsi biasanya terkonsentrasi pada permukaan, hal ini menyebabkan pengurangan dari tegangan permukaan dan adsorpsi akan berlangsung terus sampai energi bebas permukaan minimum. (Benefield dkk, 1982)
Adsorpsi Gas oleh Zat Padat
Daya serap zat padat terhadap gas tergantung dari jenis adsorben, jenis gas, luas permukaan adsorbens, temperatur gas, dan tekanan gas. Makin luas permukaan adsorbens, makin banyak gas yang diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya serap dihitung tiap satuan massa adsorbens. Pada adsorpsi gas dipermukaan zat padat, terjadi kesetimbangan antara gas yang terserap dengan gas sisa.
Adsorpsi Zat Terlarut oleh Zat Padat
Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut. Bila dalam larutan ada dua zat atau
lebih, zat yang satu akan diserap labih kuat dari yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan lebih kuat diserap.
Menurut jenisnya, adsorpsi pada antar muka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
  1. Adsorpsi Fisika
  1. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi fisika dihasilkan karena adanya gaya-gaya Van Der Walls.
Biasanya adsorpsi  fisika terjadi pada semua zat. Jika molekul-molekul yang diadsorpsi itu mempunyai gugus hidroksil, maka adsorpsi fisika dapat berlangsung disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen.
Adsorpsi kimia adalah peristiwa dimana ikatan kimia terbentuk antara permukaan zat pada (adsorben) dan molekul-molekul yang diadsorpsi, dan sifat kimia adsorbat mula-mula beda dengan sifat kimia dari keadaan setelah adsorpsi. (Sukardjo, 1989)

Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu  tanaman pangan dunia yang terpenting, selain  gandum dan  padi. Menteri Pertanian mengungkapkan, tahun 2008, pemerintah menargetkan produksi jagung sebesar 16,5 juta ton dari kebutuhan 13 juta ton. Dengan besarnya produksi jagung di Indonesia maka akan semakin besar pula limbah tongkol jagung yang dihasilkan oleh tanaman palawija ini.

Limbah tongkol jagung selama ini kurang dimanfaatkan, kebanyakan limbah tongkol jagung hanya digunakan untuk bahan tambahan makanan ternak atau untuk kayu bakar.
Masalah dari limbah tongkol jagung ini dapat diatasi dengan menjadikan tongkol jagung menjadi produk yang bernilai. Tongkol jagung banyak sekali mengandung senyawa jenis sellulosa.
Tabel Komposisi kimia tongkol jagung
Komponen
Jumlah (%)


Air
7,68


Sellulosa
19,48


Serat
38,99 Crude Fiber


Xilan
12,4


Lignin
9,1



(Farida A P,2009)



BAB IX
STATISTIKA DALAM HIDROLOGI
ANALISIS HIDROLOGI
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan inventarisasi potensi sumber-sumber air, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber air yang tepat dan rehabilitasi sumbersumber alam seperti air, tanah dan hutan yang telah rusak. Fenomena hidrologi seperti besarnya : curah hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah menurut waktu. Dengan demikian suatu nilai dari sebuah data hidrologi itu hanya dapat terjadi lagi pada waktu yang berlainan sesuai dengan fenomena pada saat pengukuran nilai itu dilaksanakan.
Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel. Sering
pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah
hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang
persoalan yang dipelajari.
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya
adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi
merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong, bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunanbangunan tersebut harus dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang memuaskan. Pengertian memuaskan dalam hal ini adalah bahwa bangunan hidraulik tersebut harus dapat berfungsi baik struktural maupun fungsional dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran Kali Silandak, terutama di lokasi Embung Kali Silandak. Analisis hidrologi
digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan
bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah
data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang
dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana.
Adapun langkah-langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) beserta luasnya.
2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun hujan.
3. Menentukan curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dari data curah hujan
    yang ada.
4. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
5. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di
    atas pada periode ulang T tahun.
6. Membandingkan antara debit air yang tersedia dengan kapasitas Kali Silandak.
Penentuan Daerah Aliran Sungai
Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan berdasar pada peta rupa bumi.
Curah hujan maksimum harian rata-rata Daerah Aliran Sungai
Besarnya curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dihitung dengan metode Thiessen, di mana pada metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Penggunaan metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk digunakan metode ini. Stasiun hujan yang berpengaruh.
Cara yang ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata
DAS adalah sebagai berikut :
− Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.
− Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan
    yang lain.
− Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
− Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk
    pos hujan yang lain.
− Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.
Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang
tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).
Data yang digunakan dalam analisis curah hujan rencana adalah intensitas
hujan maksimum harian rata-rata DAS Kali Silandak 30 menit berdasarkan waktu
konsentrasi (tc).
Pengukuran Dispersi
Tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai
rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau kecil dari nilai rataratanya. Besarnya dispersi dilakukan dengan pengukuran dispersi, yakni melalui
perhitungan parametrik statistik untuk (Xi–X), (Xi–X)2, (Xi–X)3, (Xi–X)4 terlebih
dahulu.
Dimana : Xi = Besarnya curah hujan DAS (mm)
X = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut :
1. Standart Deviasi (S)
2. Koefisien Skewness (Cs)
3. Koefisien Kurtosis (Ck)
4. Koefisien Variasi (Cv)
Pemilihan jenis sebaran
Ploting Data
Plotting data pada kertas probabilitas dilakukan dengan cara mengurutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya. Penggambaran posisi (plotting positions) yang dipakai adalah cara yang dikembangkan oleh Weilbull dan Gumbel, yaitu : 100%1 ( ) xnP Xmm + =
di mana :
P(Xm) = data yang telah diranking dari besar ke kecil
m = nomor urut
n = jumlah data

Tidak ada komentar:

Posting Komentar