Selasa, 15 November 2016

SUMBER ALIRAN SUNGAI DAN PENGUKURAN ALIRAN SUNGAI

BAB IV
SUMBER ALIRAN SUNGAI
Daerah Aliran Sungai disingkat DAS ialah suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya melalui sungai.
Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut.
Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.
Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain.


BAB V
PENGUKURAN ALIRAN SUNGAI
Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran aliran dan cara analisis. Pelaksanaan pengukuran debit sungai dapat dilakukan secara langsung dan cara tidak langsung, yaitu dengan melakukan pendataan terhadap parameter alur sungai dan tanda bekas banjir. Dalam hidrologi masalah penentuan debit sungai dengan cara pengukuran termasuk dalam bidang hidrometri, yaitu ilmu yang mempelajari masalah pengukuran air atau pengumpulan data dasar untuk analisis mencakup data tinggi muka air, debit dan sedimentasi.
5.1. Pengukuran Debit Secara Langsung
Besamya aliran tiap waktu atau disebut dengan debit, akan tergantung pada luas tampang aliran dan kecepatan aliran rerata. Pendekatan nilai debit dapat dilakukan dengan cara mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan aliran tersebut. Cara ini merupakan prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara
langsung.
Pengukuran luas tampang aliran dilakukan dengan mengukur tinggi muka air
dan lebar dasar alur sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, pengukuran
tinggi muka air dapat dilakukan pada beberapa titik pada sepanjang tampang aliran.
Selanjutnya debit aliran dihitung sebagai penjumlahan dan semua luasan pias tampang aliran yang terukur. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan alat ukur kecepatan arus. Beberapa cara pengukuran kecepatan arus aliran sungai yang banyak digunakan
adalah sebagai berikut ini.
5.1.1. Pengukuran kecepatan arus dengan pelampung
Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung dapat dilakukan apabila dikehendaki besaran kecepatan aliran dengan tingkat ketelitian yang relatif rendah. Cara ini masih dapat digunakan untuk praktek dalam keadaan:
a. untuk memperoleh gambaran kasar tentang kecepatan aliran,
b. karena kondisi sungai yang sangat sulit diukur, misal dalam keadaan banjir,
    sehingga dapat membahayakan petugas pengukur.
Cara pengukuran adalah dengan prinsip mencari besarnya waktu yang diperlukan untuk bergeraknya pelampung pada sepanjang jarak tertentu. Selanjutnya kecepatan rerata arus didekati dengan nilai panjang jarak tersebut dibagi dengan waktu tempuhnya. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(1)          Tetapkan satu titik pada salah satu sisi sungai, misal ditandai dengan patok kayu atau pohon dan satu titik yang lain di seberang sungai yang jika dihubungkan dua titik tersebut akan berupa garis tegak lurus arah aliran.
(2)               Tentukan jarak L, misal 20 meter dan garis yang dibuat pada langkah pertama dan buat garis yang sama (tegak lurus aliran) pada titik s
(3)               Hanyutkan pelampung (dapat berupa sembarang benda yang dapat terapung,
misal bola ping-pong, gabus, kayu dll.) pada tempat di hulu garis pertama, pada saat melewati garis pertama tekan tombol stopwatch dan ikuti terus pelampung tersebut. Pada saat pelampung melewati garis kedua stopwatch ditekan kembali, sehingga akan didapat waktu aliran pelampung yang diperlukan, yaitu T.
(4)               Kecepatan arus dapat dihitung dengan L/
Gambar 5.1. Pengukuran kecepatan arus dengan pelampung
Perlu mendapat perhatian bahwa cara pada permukaan, sehingga untuk memperoleh kecepatan rerata pada penampang sungai hasil hitungan perlu dikoreksi dengan koefisien antara 0,85 pengukuran dengan cara ini harus permukaan yang terjadi tidak merata. Dianjurkan paling tidak pengukuran dilakukan 3 kali, kemudian hasilnya dirata kecepatan rerata arus didekati dengan nilai panjang jarak tersebut dibagi dengan waktu tempuhnya. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut Tetapkan satu titik pada salah satu sisi sungai, misal ditandai dengan patok kayu tu titik yang lain di seberang sungai yang jika dihubungkan dua titik tersebut akan berupa garis tegak lurus arah aliran. Tentukan jarak L, misal 20 meter dan garis yang dibuat pada langkah pertama dan
buat garis yang sama (tegak lurus aliran) pada titik sejauh L tersebut. Hanyutkan pelampung (dapat berupa sembarang benda yang dapat terapung, pong, gabus, kayu dll.) pada tempat di hulu garis pertama, pada saat melewati garis pertama tekan tombol stopwatch dan ikuti terus pelampung.
Pada saat pelampung melewati garis kedua stopwatch ditekan kembali, sehingga akan didapat waktu aliran pelampung yang diperlukan, yaitu T. an arus dapat dihitung dengan L/T (m/det).
Gambar 5.1. Pengukuran kecepatan arus dengan pelampung
(Sumber : Analisis Hidrologi, Sri Harto Br., 1993)
Perlu mendapat perhatian bahwa cara ini akan mendapatkan kecepatan arus pada permukaan, sehingga untuk memperoleh kecepatan rerata pada penampang sungai hasil hitungan perlu dikoreksi dengan koefisien antara 0,85 - 0,95. Selain itu harus dilakukan beberapa kali mengingat distribusi aliran permukaan yang terjadi tidak merata. Dianjurkan paling tidak pengukuran dilakukan 3 kali, kemudian hasilnya dirata-ratakan.
5.1.2. Pengukuran kecepatan arus dengan Velocity Head Rod
Dengan alat ini hasil pengukuran yang didapat juga tidak begitu teliti dan yang terukur adalah kecepatan aliran permukaan. Sebaiknya digunakan pada pengukuran yang dikendaki secara cepat pada kecepatan aliran yang lebih besar dan im/detik. Cara pengukuran dapat dijelaskan sebagai berikut mi (lihat Gambar 4.2).
(1)          Letakkan alat pada tempat yang akan diukur dengan posisi sejajar dengan arus aliran.
(2)          Setelah aliran kembali tenang, baca ketinggian muka air aliran (Hj).
(3)          Putar alat 90°, sehingga tegak lurus aliran, kemudian baca tinggi muka air yang terjadi (H2).
(4)          Kecepatan ants aliran dapat didekati dengan:
Gambar 5.2. Pengukuran kecepatan ants dengan Velocity Head Rod
Gambar 5.2. Pengukuran kecepatan ants dengan Velocity Head Rod
(Sumber: Analisis Hidrologi, Sri Harto Br., 1993)
5.1.3. Pengukuran kecepatan arus dengan Trupp’s Ripple Meter
Alat ukur kecepatan arus terdahulu. Prinsip yang digunakan adalah dengan mengamati sudut yang dibentuk oleh riak pada hilir batang yang dipancang pada aliran, sudut ini akan makin kecil. Pengukuran clapat dilakukan sebagai berikut
(1)           Masukkan alat ukur ke dalam air dan amati dua buah riak yang terbentuk   pada  masing-masing batang.
(2)          Ukur jarak antara titik pengukuran sampai dengan titik perpotongan antara kedua riak tersebut, yaitu L (feet).
(3)          Kecepatan aliran permukaan dapat didekati dengan: V = C + XL
V = kecepatan aliran permukaan (feet/det),
C = tetapan sebesar 0,40,
X = variabel yang tergantung dan nilai W seper
Tabel 5.1. Hubungan antara X dan W pada Trupp Ripple Meter
Sumber: Analisis Hidrologi, Sri Harto Br., 1993.
Mengingat faktor tetapan C dalam rumus empiris tersebut, maka penggunaan
nilai 0,40 perlu diuji kebenarannya, dapat dilakukan dengan kalibrasi alat tersebut di laboratorium.

Gambar 5.3. Pengukuran kecepatan arus dengan Trupp Ripple Meter
(Sumber : Analisis Hidrologi, Sri Harto Br., 1993)
5.1.4. Pengukuran kecepatan arus dengan Current Meter
Alat ini paling umum digunakan karena dapat menghasilkan ketelitian yang adalah dengan mencari hubungan antara kecepatan aliran dan kecepatan putaran baling-baling current meter tersebut. Umumnya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
V = an + b
dengan: V = kecepatan aliran,
   n = jumlah putaran tiap waktu tertentu,
a,b = tetapan yang ditentukan dengan kalibrasi alat di laboratorium.
Alat ini ada dua macam, yaitu current meter dengan sumbu mendatar dan dengan sumbu tegak seperti terlihat pada Gambar 4.4. Bagian-bagian alat ini terdiri dari:
a.              baling-baling sebagai sensor terhadap kecepatan, terbuat dari streamline styling yang dilengkapi dengan propeler, generator, sirip pengarah dan kabel-kabel.
b.             contact box, merupakan bagian pengubah putaran menjadi signal elektrik yang berupa suara atau gerakan jarum pada kotak monitor berskala, kadang juga dalam bentuk digital,
c.              head phone yang digunakan untuk mengetahui jumlah putaran baling-baling
(dengan suara “klik”), kadang bagian ini diganti dengan monitor box yang memiliki
jendela penunjuk kecepatan aliran secara langsung. Dengan alat ini dapat dilakukan pengukuran pada beberapa titik dalam suatu penampang aliran. Dalam praktek digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran rerata pada satu vertikal dalam suatu tampang aliran tertentu. Mengingat bahwa distribusi kecepatan aliran secara vertikal tidak merata, maka pengukuran dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut mi.
(1)          Pengukuran pada satu titik yang umumnya dilakukan jika kedalaman aliran kurang dan 1 meter. Alat ditempatkan pada kedalaman 0.6 H diukur dari muka air.
(2)          Pengukuran pada beberapa titik, dilakukan pada kedalaman 0.2 H dan 0.8 H diukur dari muka air. Kecepatan rerata dihitung sebagai berikut:
V=0,5(V0,2 +V0,8)
d.             Pengukuran dengan tiga titik dilakukan pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan juga pada 0.8 H. Hasilnya dirata-ratakan dengan rumus: V = 1/ 3(V0,2+V0,6+V0,8).
Hitungan debit aliran
Hitungan debit aliran untuk seluruh luas tampang aliran adalah merupakan
penjumlahan dan debit setiap pias tampang aliran. Dalam hitungan ini dengan anggapan kecepatan rata-rata satu vertikal mewakili kecepatan rata pias yang dibatasi oleh ganis pertengahan antara dua garis vertikal yang diukur. Cara hitungan ini disebut dengan metode mid area method. Gambar 4.5 menunjukkan sket penjelasan cara hitungan debit aliran berdasarkan data tinggi muka air dan kecepatan arus tersebut.
Gambar 5.4. Current meter tipe sumbu tegak dan sumbu mendatar
(Sumber : Analisis Hidrologi , Sri Harto Br., 1993)

Gambar 5.5. Cara hitngan debit aliran dengan mid area method
(Sumber : Applied Hidrology, Chow dkk., 1998)
5.2. Pengukuran Debit Secara Tidak Langsung
Dalam hal tertentu pengukuran debit secara tidak langsung seringkali diperlukan. Pengukuran dengan cara ini dapat dilaksanakan apabila pengukuran
secara langsung sulit dilaksanakan karena faktor kondisi atau permasalahan sebagai
berikut:
a.              pengukuran debit secara langsung berbahaya bagi keselamatan petugas dan peralatan yang digunakan,
b.             sifat perubahan debit banjir relatif singkat waktunya dan saat kejadiannya sulit diramalkan,
c.              selama suatu pengukuran dilakukan, kadang-kadang banjir tidak terjadi, sehingga diperlukan cara lain untuk memperkirakan debit banjir tersebut,
d.             kadang-kadang pengukuran debit banjir untuk beberapa tempat sulit dilaksanakan pada saat yang bersamaan, padahal datanya sangat diperlukan. Pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu cara luas kemiringan dan cara ambang.
5.2.1. Pengukuran debit dengan cara luas kemiringan
Prinsip pengukuran debit dengan cara luas kemiringan (slope area method)
adalah dengan menghitung debit aliran yang telah terjadi berdasarkan taüda bekas
banjir, geometri sungai dan parameter fisik alur sungai. Hitungan didasarkan pada
rumus pengaliran, dapat dengan rumus Manning atau rumus Chezy. Prosedur pengukuran dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
(1)           Pengukuran tanda bekas banjir, yaitu elevasi atau ketinggian muka air banjir
 maksimum pada dua lokasi/titik di sepanjang alur sungai yang ditinjau.
(2)          Ukur selisih tinggi antara muka air banjir di hulu dan di hilir (h) dan panjang jarak kedua titik tersebut (L). Kemiringan muka air banjir dapat dihitung, yaitu besamya selisih tinggi muka air banjir dibagi dengan jarak antara dua titik yang diukur.
(3)          Ukur luas penampang melintang aliran di kedua titik (A1 dan A2) dan penampang memanjangnya.
(4)          Debit aliran dapat dihitung dengan rurnus berikut (Manning):
Q = 1/ nAR2/3 S1/2
dengan:
Q = debit aliran (m3/det),
n = koefisien kekasaran Manning (det/ m1/3),
A = luas tampang basah (m)
R = radius hidraulik (m),
S = kemiringan garis energi.
Nilai koefisien Manning dapat ditetapkan berdasarkan pengamatan kondisi alur
atau dengan pengukuran debit pada saat tidak banjir. Penetapan nilai koefisien
sebaiknya digunakan current meter agar diperoleh hasil yang teliti.
Dengan rumus rumus di atas, diperlukan proses hitungan dengan coba-ulang, yaitu dengan urutan sebagai berikut ini:
1.        Hitung debit perkiraan pertama dengan rumus berikut:
2.             Hitung kecepatan rerata pada tiap tampang aliran:
V1 = Q0/A1 dan V2 = Q0/A2
3.              Hitung kehilangan tinggi energy antara titik 1 dan 2 dengan rumus :

4.             Hitung debit hasil cek sebagai berikut :
Jika nilai Q1 tidak/belum mendekati Q0, ulangi langkah (2) sampai dengan (4), sampai didapat hasil yang cukup dekat.
5.2.2. Pengukuran debit dengan cara ambang
Pengukuran debit dengan cara ambang dapat dilaksanakan pada aliran melalui ambang alam atau ambang buatan. Ambang buatan dapat berupa bendung, bangunan pengendali dan pelindung sungai. Prinsip hitungan adalah dengan menerapkan rumus hidraulika aliran melalui ambang dengan bentuk umum sebagai berikut:
Q = c x B x Hm
dengan:
Q = debit aliran melalui ambang,
B = lebar ambang,
H = tinggi aliran di atas ambang,
c,m = konstanta yang tergantung pada bentuk ambang.
5.3. Penentuan Debit dengan Cara Analisis
Penentuan debit sungai dengan cara analisis, dapat dilakukan dengan analisis
hidrologi berdasarkan data hujan di DAS dan parameter DAS. Metode yang lazim
digunakan adalah:
a. metode empiris,
b. metode rasional,
c. metode matematik.
Penggunaan cara analisis hidrologi dalam penentuan debit sungai, hanya dapat diperbolehkan apabila pengukuran secara langsung seperti dijelaskan pada uraian
terdahulu tidak dapat dilakukan karena terbatasnya data, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pemilihan metode yang dipergunakan hams disesuaikan dengan karakteristik DAS yang ditinjau, data tersedia, dan hams mendapat persetujuan dan pihak pemilik, perancang (pendesain), dan instansi yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pembinaan sungai. Banyak rumus empiris untuk menghitung debit sungai telah dikembangkan sejak lama. Rumus-rumus tersebut diturunkan dengan mencoba mencari hubungan antara debit dengan parameter fisik DAS dan data klimatologi (data hujan). Berikut diberikan beberapa contoh rumus empiris hitungan debit sungai tersebut.5.3.1. Rumus Dicken
Q = cA3/4
dengan:
Q = debit banjir maksimum (m
c = konstanta yang besarnya 11,42 untuk antara 600 - 1250 mm dan m
A = luas DPS (km2).
5.3.2. Rumus Gupta
dimana
Qp = debit puncak (ft3/det)
S = landai sungai rata-rata (ft/mile)
L = panjang sungai utama (mile),
LCA = panjang sungai utama diukur dan setasiun hidrometni sampai titik di sungai
            terdekat dengan pusat DAS (mile2)
A = luas DAS (mile2).
5.3.3. Rumus Rodda
Q(2,33) = f(A, R(2,33), D)
dengan:
Q(2,33) = debit tahunan rata
R(2,33) = hujan tahunan rata
A = luas DAS (mile),
D = kerapatan jaringan kuras (km/km2)
5.3.4. Flood Design Manual for Java and Sumatra (1983)
Rumus empiris ini merupakan hasil penelitian di Jawa dan Sumatra, yaitu yang dilaksanakan oleh DPMA Direktorat Jenderal Pengairan Departemen PU bekerja sama dengan Insitute of Hydrology untuk penentuan banjir rancangan. Untuk memperkirakan debit banjir tahunan (mean annual flood) dapat dihitung berdasarkan data karakteristik DAS berikut:
dengan:
MAF = mean annual flood (m3/det),
AREA = luas DAS (km2),
APBAR = hujan harian maksimum tahunan rerata (mm),
SIMS indeks slope (m/km),
LAKE = indeks danau (lake index).
Besarnya APBAR dapat dihitung berdasarkan data hujan rerata DAS (hujan
harian maksimum) yang diperoleh dan hitungan dengan cara isohyet (PBAR) dan nilai faktor reduksi perataan hujan (ARF). Nilai APBAR adalah perkalian antara ARF dan PBAR. Nilai ARF dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut ini.
 Tabel 5.2. Nilai ARF berdasarkan luas DAS
Masih banyak rumus empiris hitungan debit sungai yang umumnya
dikembangkan di luar negeri (Eropa dan USA) yang belum tentu cocok untuk daerah tropis seperti di Indonesia. Untuk itu, perlu mendapat perhatian adalah penerapan rumus-rumus tersebut hams hati-hati, terutama penggunaan angka-angka yang dalam rumus merupakan konstanta empiris.
Penggunaan cara analisis dalam menentukan debit sungai sering hams dilakukan terutama dalam kaitannya dengan keperluan informasi pola dan besamya
aliran sungai tahunan. Sebagai contoh dalam penentuan debit dominan sungai, perlu
diketahui besamya debit aliran sungai yang mewakili aliran secara kontinyu dalam sam tahun. Untuk masalah mi, kiranya tidak mungkin dilakukan pengumpulan data debit secara terus menerus dengan cara pengukuran langsung, mengingat kesulitan kesulitan seperti yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu. Umumnya kesulitan ini diatasi dengan cara pembuatan kurva debit atau rating curve aliran sungai pada suatu tampang tertentu. Dengan kurva debit ini, pemantauan dan pengukuran debit dapat dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap data tinggi muka air. Cara ini mempunyai kekurangan yaitu bahwa keberlakuan kurva debit sangat terbatas, mengingat perubahan geometri sungai akibat proses morfologi sungai. Untuk itu kurva debit perlu diperbaiki/dibuat lagi pada setiap periode tertentu (misal setiap 2 tahun).
Penggunaan cara analisis dalam penentuan debit aliran juga mengandung keterbatasan, yaitu belum tentu mendapatkan hasil yang teliti, khususnya pada kasus dimana digunakan model matematik (model hidrologi) pada lokasi yang tidak terdapat data aliran sama sekali. Kesulitan mi dijumpai pada tahap kalibrasi, yang bertujuan untuk mendapatkan besaran parameter DAS yang cukup mewakili kondisi DAS.
Meskipun demikian, secara teoritis dengan cara model hidrologi dapat diperkirakan
aliran kontinyu dengan periode hitungan yang pendek, misal harian atau jam-jaman.
Penjelasan rinci tentang penentuan debit sungai dengan cara rasional dan
dengan model matematik disajikan pada uraian di sub-bab berikutnya, yaitu dalam
kaitannya dengan penentuan debit banjir rancangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar